Jakarta - Ada yang mengejutkan dalam persidangan kasus dugaan penggelapan pajak PT Asian Agri, di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Kamis (27/10/2011).
Apa itu? Ternyata, jaksa salah menetapkan besaran pajak PT Asian Agri dalam dakwaannya.
Kesalahan jaksa ini terkuak, setelah ekonom Faisal Basri yang dihadirkan sebagai saksi membeberkan hitungan yang sebenarnya.
Dalam kesaksiannya, dia menghitung besaran pajak lahan sawit seluas 100 ribu hektar atau setara dengan luas kebun yang dimiliki Asian Agri.
"Dalam 4 tahun, dengan luas kebun 100 ribu hektar, maka pajak sebesar Rp 378 miliar," kata Faisal di depan ketua Majelis Hakim Martin Ponto.
Perhitungan ini berdasarkan perhitungan per hektar menghasilkan 4 ton minyak sawit. Per ton, harga minyak sawit senilai US$ 350 (harga standar Rotterdam).
Sehingga 1 hektar dapat menghasilkan US$ 1.400 atau setara dengan Rp 12,6 juta (kurs Rp 9 ribu). Dengan pajak 30 persen, maka per hektar dikenai pajak sebasar Rp 945 ribu.
"Jika ada 100 ribu hektar, maka pajaknya Rp 94,5 miliar pertahun. Kalau 4 tahun artinya pajak sebesar Rp 378 miliar," papar Faisal.
Perhitungan Faisal ini mencengangkan pengunjung. Sebab terjadi selisih yang sangat besar antara perhitungan Faisal dengan perhitungan jaksa.
Karena jaksa menghitung pajak Asian Agri di atas Rp 1 triliun dalam kurun 4 tahun atau lebih dari Rp 250 miliar per tahun. Padahal dasar perhitunganya sama yaitu lahan kebun 100 ribu hektar.
Faisal menambahkan, sektor perkebunan kepala sawit menyerap 3,75 juta tenaga kerja dengan pendapatan per petani dengan lahan 2 hektar, minimal Rp 4 juta perbulan.
"Dalam 2010, penerimaan negara dari ekspor, 10 persen dari minyak sawit yaitu sebesar Rp 8.9 triliun," jelas Faisal.
Seperti diketahui, Jaksa Penuntut Umum telah mendakwa tax manager Asian Agri, Suwir Laut dengan pasal 39 ayat 1 huruf c Undang-Undang No 16 Tahun 2000 tentang Pajak.
Terdakwa dituding telah menyampaikan SPT yang tidak benar atau tidak lengkap untuk tahun pajak 2002 hingga 2005. (Ramdhani)
Apa itu? Ternyata, jaksa salah menetapkan besaran pajak PT Asian Agri dalam dakwaannya.
Kesalahan jaksa ini terkuak, setelah ekonom Faisal Basri yang dihadirkan sebagai saksi membeberkan hitungan yang sebenarnya.
Dalam kesaksiannya, dia menghitung besaran pajak lahan sawit seluas 100 ribu hektar atau setara dengan luas kebun yang dimiliki Asian Agri.
"Dalam 4 tahun, dengan luas kebun 100 ribu hektar, maka pajak sebesar Rp 378 miliar," kata Faisal di depan ketua Majelis Hakim Martin Ponto.
Perhitungan ini berdasarkan perhitungan per hektar menghasilkan 4 ton minyak sawit. Per ton, harga minyak sawit senilai US$ 350 (harga standar Rotterdam).
Sehingga 1 hektar dapat menghasilkan US$ 1.400 atau setara dengan Rp 12,6 juta (kurs Rp 9 ribu). Dengan pajak 30 persen, maka per hektar dikenai pajak sebasar Rp 945 ribu.
"Jika ada 100 ribu hektar, maka pajaknya Rp 94,5 miliar pertahun. Kalau 4 tahun artinya pajak sebesar Rp 378 miliar," papar Faisal.
Perhitungan Faisal ini mencengangkan pengunjung. Sebab terjadi selisih yang sangat besar antara perhitungan Faisal dengan perhitungan jaksa.
Karena jaksa menghitung pajak Asian Agri di atas Rp 1 triliun dalam kurun 4 tahun atau lebih dari Rp 250 miliar per tahun. Padahal dasar perhitunganya sama yaitu lahan kebun 100 ribu hektar.
Faisal menambahkan, sektor perkebunan kepala sawit menyerap 3,75 juta tenaga kerja dengan pendapatan per petani dengan lahan 2 hektar, minimal Rp 4 juta perbulan.
"Dalam 2010, penerimaan negara dari ekspor, 10 persen dari minyak sawit yaitu sebesar Rp 8.9 triliun," jelas Faisal.
Seperti diketahui, Jaksa Penuntut Umum telah mendakwa tax manager Asian Agri, Suwir Laut dengan pasal 39 ayat 1 huruf c Undang-Undang No 16 Tahun 2000 tentang Pajak.
Terdakwa dituding telah menyampaikan SPT yang tidak benar atau tidak lengkap untuk tahun pajak 2002 hingga 2005. (Ramdhani)